KONSEP PENERAPAN HACCP DAN KONSEP PENERAPAN GMP PADA
PENYELENGGARAAN MAKANAN
Oleh
ILHAM RUSTNG
NIM. 10287
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TERNATE
MAHASISWA JURUSAN GIZI TAHUN AKADEMIK
2012 / 2013
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat, kemulian dan ucapan syukur yang
tiada henti – hentinya, penulis haturkan kehadirat Allah, Tuhan yang maha Esa, maha pengasih dan maha Penyayang, atas
segala rahmat, hidayahnya dan anugerah – Nya. Melimpahkan kekuatan berupa
semangat dan inspirasi yang terus mengalir, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak mengalami kesulitan. Namun, berkat kerja keras dan usaha,
akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan, ibarat “
sebutir pasir di tepi lautan “ oleh sebab itu saran serta kritik yang membangun sangat
kami harapkan sehingga membantu perbaikan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
Ternate,
22 September 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pelayanan gizi
sesuai dengan kondisi pasien, yakni berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan
status metabolisme tubuh. Salah satu kegiatan pelayanan gizi adalah
penyelenggaraan makanan, yang merupakan serangkaian kegiatan sejak penetapan
peraturan pemberian makan, perencananaan menu, hingga distribusi makanan.
Penyelenggaraan makanan dimaksudkan bagi pencapaian status kesehatan yang
optimal bagi pasien / konsumen melalui pemberian diet yang tepat,( Depkes, 2006
).
Di indonesia,
negara yang diberikan Tuhan sumber daya alam yang sangat berlimpah,
permasalahan keamanan pangan pada awalnya belum menjadi prioritas karena orang
memiliki banyak pilihan makanan yang sehat dan aman. Namun ketika Indonesia
mulai memperjual belikan produk makanan setelah berhasil swasembada, terjadilah
interaksi dengan dunia luar. Keamanan pangan menjadi salah satu permasalahan
yang harus diperhatikan betul – betul dan harus ada pemberian jalan keluar,
karena dapat mempengaruhi pada pencapaian status kesehatan masyarakat yang
optimal terutama pada proses penyelenggaraan makanan di RS untuk para pasien.
Semi – out
sorching adalah sistem penyelenggaraan makanan institusi, yaitu menggunakan /
memanfaatkan perusahaan jasaboga. Dalam hal ini pengusaha jasaboga selaku
penyelenggara makanan RS. Untuk meminimalkan timbulnya bahaya yang terjadi
akibat proses saat produksi, maka seluruh tahapan atau setiap proses produksi
dialkukan control titik – titik krisis atau Critical
Control Point ( CCP ). Mulai tahap penerimaan, sortasi, penyimpanan bahan
makanan, pencucian, penyiangan, proses pengolahan, penyajian, dan
pendistribusian.
Pengembangan
resep pada menu makanan misalnya, perlu diikuti dengan upaya pengendalian produksinya.
Contoh : pengembangan resep “ Flower tempe isi sayuran saus tomat “
melalui penelitian HACCP ( Hazard Analyze
of Critical Control Point . HACCP adalah suatu sistem mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul, dan cara pencegahanya untuk mengendalikan
bahaya tersebut pada suatu produk. HACCP digunakan untuk mengevaluasi dan
memperbaiki cara produksi resep diatas dengan cara memantau dan mengevaluasi
penanganan, pengolahan, dan sanitasi dalam proses produksi serta meningkatkan
inspeksi mandiri. Agar produk pangan dapat diterima mutunya maka perlu
pengendalikan mutu produk makanan yang harus diawali dengan prinsip penerapan
GMP ( Good maufacturing Practies),
dengan cara mendefinisikan dan mendokumentasikan semua persyaratan yang
diperlukan.
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
Menjamin
kualiatas keamanan makanan dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan
dan penyakit melalui makanan ( food bor disiase )
2.
Tujuan khusus
-
Mahasiswa mampu
menerapkan Penerapan HACCP, dalam penyelenggaraan makanan
-
Mahasiswa mampu
menerapkan penerapan GMP dalam penyelenggaraan makanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan tentang
HACCP
1.
Pengertian
HACCP ( Hazard Analyze of Critical Control Point
), adalah suatu sistem yang
mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahannya,
untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu produk makanan. Sedangkan Titik
kendali Kritis ( TKK ) atau Critical
control Point ( CCP ), adalah titik, prosedur atau tahap operasional yang
dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya
bahaya pada suatu produk makanan.
HACCP FTIST
adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul
dan cara pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut. Sedangkan CCP pada
suatu resep adalah titik , prosedur atau tahap operasional yang dapat
dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
pada produk FTIST.
2.
Prinsip HACCP
Prinsip sistem
HACCP yng diadopsi pada SNI 01 – 4852 – 1998 sesuai dengan Codex terdiri dari
tujuh, yakini sebagai berikut :
1.
Prinsip 1 :
berkaitan dengan analisis biaya
2.
Prinsip 2 :
menentukan titk kendali kritis ( TKK )
3.
Prinsip 3 :
menetapkan batas kritis
4.
Prinsip 4 :
menetapkan sistem pemantauan pengendalian TKK
5.
Prinsip 5 :
menetapkan tindakan perbaikan yang dilakukan jika hasil pemantauan menunjukkan
bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali
6.
Prinsip 6 :
menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP bekerja
secara efektif.
7.
Prinsip 7 : menetapkan dokumentasi mengenai semua
prosedur dan catatan yang sesuai dengan
prinsip – prinsip dan penerapannya.
Ketujuh prinsip ini harus digambarkan sebagai langkah yang
terus berkesinambungan, artinya tidak terhenti setelah satu tahap analisis
selesai dilakukan dan bahaya terselesaikan. Konsepsi perputaran tujuh prinsip
ini sangat identik dengan penetapan program pengelolaan lingkungan pada ISO
14001. Kondisi awal suatu objek dipotret dengan teliti, ditemukan titik lemah
dari segi keamanan pangan, kemudian dibuatkan program pemantauannya, dan
akhirnya dikendalikan. Setelah berhasil mengendalikan bahaya, proses pemantauan
masuk dalam operasi rutin. Identifikasi bahaya tidak pernah dihentikan meskipun
program pemantauan sudah sukses, tetapi terus dilakukan tanpa henti. Penemuan
titik kendali kritis baru sangatlah mungkin terjadi sehingga memerlukan program
khusus yang dirancang secara spesifik.
3.
Pedoman Penerapan HACCP
Sebelum
menerapkan HACCP untuk setiap instansi,
maka instansi tersebut harus telah menerapkan prinsip Umum Pangan dan Codex.
Pedoman dari Codex yang sesuai, serta peraturan keaamanan pangan terkait.
Tanggung jawab manajemen di instansi tersebut adalah pentng untuk menerpakan
sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi bahaya, penilaian
dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, harus
dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan pangan
yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang
mungkin dari produk akhir, kategori konsumen yang berkepentingan dan bukti –
bukti epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari
sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada titik kendali kritis. Perancangan
kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus
dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK. Penerapan HACCP harus ditinjau
kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi dalam
produk, proses atau tahapannya.penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara
fleksibel, dimana perubahan yang tepat disesuaikan dengan memperhitungkan sifat
dan ukuran dari operasional.
PERERAPAN
HACCP
Penerapan prinsip – prinsip HACCP terdiri dari tugas –
tugas berikut :
Urutan Logis Penerapan Haccp
![]() |
|||
![]() |
|||
![]() |
|||
4.
Contoh Identifikasi Bahaya dan Resiko Bahaya dengan
Menggunakan Sistem HACCP
Tabel. Form 1 ( identifikasi Bahaya )
|
No
|
Bahan mentah / bahan tambahan
|
Jenis Bahaya
|
Cara pencegaha
|
|
1
|
Tempe kedelai
|
-
Serangga
-
Kotoran
-
Debu
|
-
Penyimpanan
pada wadah tertutup,kering
-
Penerimaan
sesuai spesifikasi
|
|
2
|
Wortel
|
-
Busuk
-
Berulat
-
Pestisida
|
-
Pilih yang
berkualitas baik, bersih, dan tidak berulat
-
Pencucian
bahan hingga bersih
-
Disimpan
pada suhu 100 C
|
|
3
|
Buncis
|
-
Busuk
-
Berulat
-
Pestisida
|
-
Pilih yang
berkualitas baik, bersih, dan tidak berulat
-
Pencucian
bahan hingga bersih
-
Disimpan
pada suhu 100 C
|
|
4
|
Tomat
|
-
Busuk
-
Berulat
-
Peptisida
-
Penyot
|
-
Pilih yang
berkualitas baik, bersih, dan tidak berulat
-
Pencucian
bahan hingga bersih
-
Disimpan
pada suhu 100 C
-
Penyimpanan
tidak ditumpuk
|
|
5
|
Roti tawar putih
|
-
Berjamur
-
Serangga
-
Apek
|
-
Disimpan
ditempat kering dan tertutup
-
Penerimaan
sesuai spesifikasi
|
|
6
|
Bawang putih
|
-
Jamur
-
Kotoran
-
Busuk
-
Pestisida
|
-
Sortasi
-
Pembersihan
-
Penyimpanan
tempat yang kering
-
Bahan
dikupas pada waktu akan digunakan
-
Bagian yang
busuk dihilangkan atau dibuang
|
|
7
|
Jahe
|
-
Kotoran
-
Serangga
|
-
Pilih yang
berkualitas baik, bersih, dan tidak ada kotoran
|
B.
Tinjauan Tentang GMP ( Good Manufacturing Practies )
1.
Pengertian
Good
Manufacturing Practies ( GMP ) atau
cara produksi makanan yang baik ( CPMB ) merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan –
persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu
sesuai dengan tuntutan konsumen. Jadi GMP merupakan program penunjang
keberhasilan dalam implementasi HACCP sehingga produk pangan yang dihasilkan
benar – benar bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen, tidak hanya didalam
akan tetapi juga di luar negeri.
2.
Pendekatan Sistem Pada Pengelolaan GMP
Sistem manajemen mutu yang telah diadopsi oleh banyak
industri pangan maupun institusi di
Indonesia saat ini telah mampu mengelola GMP secara sistematik. Sistem
manajemen mutu ISO seri 9001 : 2000 telah memberikan terobosan penting pada
pengelolaan dalam bidang penyelenggaraan makanan di Indonesia.
Sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2000 memusatkan
pengembangan sistem dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan sistem manajemen
mutu yang mengerakkan fungsi manajemen deming, mulai dari perencanaan,
penerapan, evaluasi, dan perbaikan. Tujuan yang ingin dicapai adalah kepuasan
pelanggang, yakni menyediakan produk sesuai dengan keinginan pelanggang.
Pendekatan proses adalah suatu aktivitas yang mengubah
masukan menjadi keluaran. Melalui pendekatan proses institusi memerhatikan
semua unsur yang terlibat saat mengubahn masukan menjadi keluatan. Kedua
pendekatan ini bertumpu pada sistem pengololaan data yang dapat dipercaya untuk
pengambilan keputusan. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila sistem
manajemen modern sangat mewarnai teknik semestinya.
3.
Aspek – aspek dalam
GMP
Secara umum, peraturan GMP terdiri dari desain dan
kontruksi higienes untuk pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi
higienes untuk peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan
dan desinfeksi peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan
dan higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat.
Cara produksi makanan yang baik atau GMP terdiri dari
beberapa aspek yang saling berkaitan dan berpengaruh langsung terhadap produk
yang diolah dan dihasilkan. Komponen dasar tersebut dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar. Komponen dasar dari GMP
4.
Penerapan GMP Penyelenggaraan Makanan
Contoh tabel
penerapan GMP dalam penyelenggaraan makananan.
|
penilaian
|
Parameter
|
Jumlah responden
|
( % )
|
||||
|
baik
|
cukup
|
kurang
|
Baik
|
Cukup
|
Kurang
|
||
|
Pengetahuan terhadap hygiene dan sanitasi perorangan ( termasuk
pengguanaan APD )
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Perilaku hygiene dan sanitasi petugas pengolah makanan saat bekerja
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
-
Untuk pengetahuan,
jumlah benar di kali 5
-
Untuk prilaku,
jumlah benar di kali 10
Baik, jika jumlah skor benar > 80 %
Cukup, jika jumlah skor benar 60 – 80%
Kurang baik, jika jumlah skor benar < 60 %
BAB III
PEMBAHASAN
A.
PEMBAHASAN
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain
yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Kemanan
pangan berkaitan dengan sanitasi makanan, yaitu salah satu upaya pencegahan
yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan membebaskan makanan dan minuman
dari segala bahaya yang dapat menggangu
atau merusak kesehatan. Mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses
pengolahan, penyiapan, pengangkutan,penjualan hingga saat makanan atau minuman
tersebut siap untuk diberikan kepada konsumen.
Keamanan pangan merupakan masalah penting, sehingga perlu
mendapat perhatian khusus dalam program pengawasan pangan. Tingkat serangan
penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan hingga saat ini masih
tinggi, meskipun prinsip – prinsip yang mendasari pengendaliannya telah
diketahui. Pendekatan tradisional melalui pengawasan pangan yang mengandalkan
pada uji produk akhir, dianggap gagal untuk mengatasi masalah yang berkaitan
dengan keamanan pangan. Mutu produk
pangan tidak dapat dijamin hanya berdasarkan hasil uji akhir di laboratorium, tetapi harus diawasi sejak dari pengadaan
bahan baku, penanganan dan pengolahan, hingga ke tangan konsumen akhir. Produk
pangan atau makanan yang aman untuk dikonsumsi dapat diperoleh dari bahan baku
yang baik, ditangani, diolah, dan distribusikan secara baik dan benar.
Sebagai upaya untuk mewujudkan keamanan pangan, maka
dilakukan beberapa kajian yang terkait dengan keamanan pangan. Kajian ini
antara lain adalah Good Manufacturing
Product ( GMP ), skor keamanan pangan (SKP ) dan Hazard Analize Critical Control Point ( HACCP ). HACCP adalah suatu
sistem mengidentifikasi bahaya spesifik, yang mungkin timbul dan cara
pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu produk makanan.
Penerapan HACCP dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, yakni
mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui makanan dengan cara mencegah
terjadinya keracunan makanan. Tujuan tersebut dapat tercapai melalui evaluasi
cara memproduksi bahan pangan, yakni mengetahui potensi bahaya, memperbaiki
cara memproduksi bahan pangan melalui evaluasi cara penanganan, pengolahan dan
penerapan sanitasi, meningkatkan pemeriksaan industri pangan. Hal ini dilakukan
secara mandiri oleh karyawan. Pada dasarnya, metode HACCP ditujukan
mengendalikan semua potensi bahaya ( titik kendali kritis ) yang mungkin
terjadi selama proses produksi.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
HACCP adalah suatu
sistem mengidentifikasi bahaya spesifik, yang mungkin timbul dan cara
pencegahannya untuk mengendalikan bahaya tersebut pada suatu produk makanan.
2.
Penerapan HACCP
dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, yakni mengenai pentingnya
mencegah penyakit melalui makanan dengan cara mencegah terjadinya keracunan
makanan.
3.
Good Manufacturing Practies ( GMP ) atau cara produksi makanan yang baik ( CPMB )
merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen
memenuhi persyaratan – persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan
produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.
4.
Jadi GMP merupakan
program penunjang keberhasilan dalam implementasi HACCP sehingga produk pangan yang
dihasilkan benar – benar bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen, tidak
hanya didalam akan tetapi juga di luar negeri.
B.
SARAN
1.
Karena kemanan
pangan merupakan masalah yang sangat penting, maka dari pihak pemerintah atau
instansi yang menyelenggarakan makanan agar memperhatikan betul – betul
mengenai pengawasan mutu pangan, sehingga tidak menimbulkan keracunan akibat
konsumsi makanan.
2.
Diharapkan agar ada
peningkatan inspeksi mandiri pada proses produksi FTIST
3.
Diharapkan ada
pemantauan dan pengevaluasian penanganan, pengolahan dan sanitasi yang berkesinambungan pada instansi yang
menyelenggarakan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang
irianton. ( 2012 ). Penyelenggaraan
Makanan. Yogyakarta : Leutika.
Hermawan
Thaheer. ( 2005 ). Sistem Manajemen HACCP. Jakarta : Bumi Aksara





Tidak ada komentar:
Posting Komentar